Mengapa Alam Semesta bisa seperti ini? Apakah semua ini terjadi dengan kebetulan? Sebuah pertanyaan kosmologi tradisional yang terus terbawa dalam nafas modern. Pertanyaan yang semula muncul karena rasa ingin tahu kian menjadi dorongan pencarian makna ketika para ilmuwan menyadari betapa sebetulnya alam semesta ini mempunyai kebolehjadian yang amat kecil untuk menjadi ada; apalagi jika kemudian kita menyadari betapa sangat rumit dan halusnya syarat yang diperlukan untuk mendapatkan Alam Semesta yang seperti ini dan kita ada di dalamnya.
Ketertalaan yang Amat Menakjubkan
Berbagai gaya berjalin dalam ketertalaan yang amat halus, sehingga sedikit perubahan pada salah satu saja faktor yang berperan dalam pengevolusian alam semesta, betapa pun tak terbayangkan kecilnya, akan meruntuhkan keseluruhannya; membayangkan bahwa akan ada kehidupan dalam alam semesta yang berbeda itupun menjadi hampir-hampir tidak mungkin.
Melalui penelaahan terhadap evolusi kehidupan dan seluruh struktur pendukungnya, banyak kosmolog menyimpulkan bahwa kehidupan hanya menjadi mungkin karena di dalam Alam Semesta berlangsung penggabungan yang sangat seksama antara berbagai interaksi fisika (seperti gaya gravitasi, elektromagneik dan gaya nuklir kuat serta gaya nuklir lemah) dan tetapan-tetapan dasar alam (misalnya laju cahaya, muatan elektron, massa proton).
Mengapa tetapan-tetapan dasar alam sedemikian harganya sehingga interaksi fisika yang terkait dengannya berhasil membangun suatu struktur yang menghadirkan, mendukung, mengevolusikan kehidupan, dan mempertahankan kelangsungannya sejauh ini? Mengapa alam semesta memuai dengan laju yang amat tepat, begitu rupa, sehingga jika sedikit saja lebih cepat akan menyebabkan seluruh materi di dalamnya cerai berai dan galaksi, bintang, planet, serta tentu saja kita, tidak pernah ada di dalamnya; tetapi mengapa juga tidak sedikit saja lebih lambat sehingga seluruh alam semesta akan runtuh sebelum galaksi-galaksi, bintang-bintang, planet-planet, apalagi kita, dapat terbentuk?
Suatu kebetulankah bahwa semua bintang, terlepas dari keragaman jenisnya, mengandung kira-kira 1060 nukleon? Suatu kebetulankah bahwa ruji planet senantiasa merupakan kelipatan akar ukuran cakrawala alam semesta? Suatu kebetulankah bahwa massa rata-rata untuk ukuran tubuh manusia yang-mungkin merupakan akar nisbah massa planet terhadap massa proton?
Bukan hanya ketertalaan yang ‘sangat tidak boleh jadi’ semata yang menarik perhatian. Terlebih dahulu para ahli fisika dan kosmolog menemukan ‘kebetulan’ pada berbagai maujud (entitas) fisika yang membangkitkan keingintahuan. Suatu kebetulankah bahwa umur alam semesta (suatu maujud yang mencirikan struktur skala besar alam semesta) dan nisbah (rasio) antara gaya gravitasi dan gaya elektrik dalam atom (yang mencirikan struktur mikroskopik alam semesta) dapat dinyatakan oleh bilangan yang sama, 1040; padahal keduanya berasal dari wilayah yang menerapkan hukum-hukum fisika berbeda yang sejauh ini diketahui tidak saling berhubungan; suatu kebetulankah bahwa jumlah zarah masif dalam alam semesta adalah pangkat dua dari bilangan itu?
Bagaimana Jika Besar Konstanta Planck Berbeda?
Dalam fisika, energi dianggap memancar tidak dalam bentuk gelombang, melainkan dalam jumlah tertentu yang disebut “kuantum.” Dalam memperhitungkan energi yang terpancar, nilai tertentu yang tak berubah yang disebut Konstanta Planck digunakan di sini. Angka ini secara umum cukup kecil sehingga dapat diabaikan.
Angka ini adalah salah satu bilangan dasar dan tak berubah di alam, yang rata-rata dinyatakan sebagai berikut:
6.626×10-34.
Dalam setiap keadaan yang menyangkut pancaran energi (radiasi), jika energi suatu foton dibagi dengan frekuensinya, hasilnya akan selalu sama dengan konstanta ini. Seluruh bentuk energi elektromagnetik (magnet listrik), yakni panas, cahaya, dan lain-lain, ditentukan oleh Konstanta Planck. Jika bilangan yang sangat kecil ini berbeda ukurannya, maka panas yang kita rasakan di depan api dapat menjadi jauh lebih panas. Di satu sisi, api yang terkecil bisa mengandung energi yang cukup untuk membakar kita; sebaliknya, bola api raksasa seukuran matahari sekali pun bisa takkan cukup untuk menghangatkan bumi.
Persoalan menyangkut asal usul harga tetapan dasar dan interaksi fisika yang telah memungkinkan hadirnya alam semesta tertala yang penuh dengan ‘kebetulan’ ini, sampai sekarang belum terjawab. Sejauh ini harga-harga itu harus diterima sebagai terberi (Given), demikian adanya, dan tidak dapat diketahui dari teori manapun yang selama ini berhasil dikembangkan.
Keseimbangan Gaya-Gaya
Apa yang terjadi jika gravitasi (gaya tarik bumi) lebih besar dari sekarang? Berlari dan berjalan menjadi mustahil. Manusia dan hewan akan mengeluarkan jauh lebih banyak energi untuk bergerak, yang akan mengurangi sumber daya tenaga bumi. Bagaimana jika gaya tarik bumi kurang kuat? Benda ringan pun tidak akan mampu mempertahankan keseimbangan mereka. Misalnya, serpihan debu yang dibawa oleh hembusan angin akan mengambang di udara dalam waktu lama. Kecepatan tetesan hujan akan menurun, dan tetesan itu mungkin akan menguap sebelum mencapai tanah. Sungai-sungai akan mengalir lebih lambat sehingga arus listrik tidak akan diperoleh dengan tingkat yang sama.
Semuanya berakar pada tarikan massa gravitasi. Hukum gravitasi Newton menyatakan bahwa tekanan tarik gravitasi antara benda-benda tergantung pada massa mereka dan jarak antara mereka. Karena itu, jika jarak antara dua bintang meningkat tiga kali, maka gaya gravitasi akan menurun sebesar sembilan kali, atau jika jaraknya menurun setengahnya, gaya gravitasi akan membesar 4 kali lipat. Hukum ini membantu menjelaskan letak bumi, bulan dan planet saat ini. Jika hukum gravitasi berbeda, misalnya, jika gaya gravitasi meningkat ketika jaraknya menjauh, maka garis edar planet tidak akan berbentuk bulat lonjong dan planet-planet itu akan jatuh ke matahari. Jika gravitasi melemah, bumi akan berada pada kedudukan yang tetap jauh terhadap matahari. Jadi, jika gaya gravitasi tidak memiliki nilai yang tepat, maka bumi akan menabrak matahari atau bahkan hilang di angkasa yang luas.
Keseimbangan Di Angkasa
Kekuatan apa yang memunculkan Jagat Raya sehingga menjadi ‘ada’ dari ‘tidak ada’dengan suatu ledakan raksasa? Meminjam istilah Arthur Eddington, pertanyaan ini jelas mengarah pada fakta yang secara filosofis ‘memalukan’ bagi kaum materialis, yakni keberadaan Sang Pencipta. Filosof ateis terkenal Antony Flew berkata tentang hal ini: “Pengakuan adalah baik bagi jiwa, karenanya, saya akan memulai dengan pengakuan bahwa kaum Ateis Stratonisian terpaksa dipermalukan oleh kesepakatan kosmologi zaman ini. Sebab, tampaknya para ahli kosmologi tengah memberikan bukti ilmiah bahwa Jagat Raya memiliki permulaan. “
In its standard form, the Big-Bang theory assumes that all parts of the universe began expanding simultaneously. But how could all the different parts of the universe synchronize the beginning of their expansion? Who gave the command? Andre Linde, Professor of Cosmology
Menurut pengakuan Filosof ateis Antony Flew, Big Bang tak hanya membuktikan bahwa Jagat Raya diciptakan dari ketiadaan, tetapi ia juga diciptakan secara sangat terencana, sistematis dan teratur. Big Bang terjadi melalui ledakan suatu titik yang berisi semua materi dan energi Jagat Raya serta penyebarannya ke segenap penjuru ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dari materi dan energi inilah, muncul suatu keseimbangan luar biasa yang melingkupi berbagai galaksi, bintang, matahari, bulan, dan benda angkasa lainnya. Hukum alam pun terbentuk, misalnya ’hukum fisika’ yang berlaku seragam di seluruh penjuru Jagat raya, dan tidak berubah sama sekali selama lebih dari 15 milyar tahun. Selain itu, hukum ini didasarkan atas perhitungan yang sangat teliti sehingga penyimpangan satu milimeter saja dari angka yang ada sekarang akan berakibat pada kehancuran seluruh bangunan dan tatanan alam semesta. Semua ini menunjukkan bahwa suatu tatanan sempurna muncul setelah Big Bang.
Sir Fred Hoyle yang bertahun-tahun telah menentang Teori Big Bang pada akhirnya mengungkapkan:
“Teori Big Bang menyatakan bahwa Jagat Raya berawal dari satu ledakan tunggal, tapi, sebagaimana kita ketahui umumnya ledakan hanya menghancurkan materi menjadi berkeping-keping, namun Big Bang secara misterius telah menghasilkan dampak yang berlawanan, yakni materi yang saling bergabung dan membentuk galaksi-galaksi.”
Hal lain dari tatanan luar biasa yang terbentuk di alam menyusul peristiwa Big Bang ini adalah penciptaan ‘Jagat Raya yang dapat dihuni’. Persyaratan bagi pembentukan suatu planet layak huni sungguh sangat banyak dan kompleks, sehingga mustahil untuk beranggapan bahwa pembentukan ini bersifat kebetulan.
Setelah melakukan perhitungan tentang kecepatan mengembangnya alam semesta, Paul Davis, profesor fisika teori terkemuka, berkata bahwa kecepatan ini memiliki ketelitian yang sungguh tak terbayangkan. Davis berkata: Perhitungan jeli menempatkan kecepatan pengembangan ini sangat dekat pada angka kritis yang dengannya Jagat Raya akan terlepas dari gravitasinya dan mengembang. Sedikit lebih lambat dan alam ini akan runtuh, sedikit lebih cepat dan keseluruhan materi Jagat Raya sudah berhamburan sejak dulu. Jelasnya, Big Bang bukanlah sekedar ledakan zaman dulu, tapi ledakan yang terencana dengan sangat cermat.
Paul Davis juga menjelaskan akibat tak terhindarkan dari keseimbangan dan perhitungan yang luar biasa akuratnya ini: “Adalah sulit menghindarkan kesan bahwa tatanan Jagat Raya sekarang, yang terlihat begitu sensitif terhadap perubahan angka sekecil apapun, telah direncanakan dengan sangat teliti. Kemunculan serentak angka-angka yang tampak ajaib ini, yang digunakan alam sebagai konstanta-konstanta dasarnya, pastilah menjadi bukti paling meyakinkan bagi keberadaan desain alam semesta.”
Menurut Davies, jika tingkat peluasan setelah terjadinya Ledakan Dahsyat itu berbeda walau hanya dengan rasio 1 : 1.000.000.000², maka tidak akan terbentuk bintang yang dapat dihuni.
Lantas yang menarik adalah pertanyaan seberapa rumitkah tingkat pertambahan luas ‘disetel dengan baik’ supaya tiba pada garis pembagi yang tipis di antara dua bencana alam itu. Jika pada waktu I S (pada waktu terbentuk pola pertambahan luas) tingkat ekspansinya berselisih dari nilai sebenarnya sampai lebih dari 10^-18 kali, maka ini sudah memadai untuk membatalkan keseimbangan yang rumit itu. Jadi, daya ledak alam semesta ini bersesuaian dengan akurasi gaya gravitasinya yang luar biasa. Ledakan dahsyat ini ternyata bukan ledakan kolot, tetapi ledakan yang besarnya tertata dengan tajam dan sangat indah.
Fisikawan terkenal Prof. Stephen Hawking menyatakan dalam bukunya, A Brief History of Time, bahwa alam semesta tersusun berdasarkan pada perhitungan dan keseimbangan yang tersetel dengan lebih baik daripada yang dapat kita rasakan. Hawking menyatakan dengan mengacu angka ekspansi alam semesta:
Mengapa alam semesta mulai terbentuk dengan tingkat ekspansi yang begitu mendekati kritis yang memisahkan model-model yang berurai berkeping-keping sehingga terus meluas selamanya, sampai-sampai sekarang pun, sepuluh ribu juta tahun berikutnya, masih terus bertambah luas mendekati tingkat kritis? Jika tingkat ekspansi satu detik setelah ledakan dahsyat lebih kecil bahkan mendekati satu per seratus ribu juta, maka alam semesta akan berkeping-keping sebelum mencapai ukurannya yang sekarang ini.
![](https://ardijanh.wordpress.com/wp-content/uploads/2014/01/hawking2.jpg?w=627)
Berkenaan dengan kenyataan yang sama ini, profesor astronomi Amerika, George Greenstein menulis dalam bukunya The Symbiotic Universe: “Ketika kita mengkaji semua bukti yang ada, pemikiran yang senantiasa muncul adalah bahwa kekuatan supernatural pasti terlibat.” Singkatnya, saat meneliti sistem mengagumkan di alam semesta, akan kita pahami bahwa keberadaan dan cara kerjanya bersandar pada keseimbangan yang sangat sensitif dan tatanan yang terlalu kompleks untuk dijelaskan oleh peristiwa kebetulan. Sebagaimana dimaklumi, tidaklah mungkin keseimbangan dan tatanan luar biasa ini terbentuk dengan sendirinya dan secara kebetulan melalui suatu ledakan besar. Pembentukan tatanan semacam ini menyusul ledakan seperti Big Bang adalah satu bukti nyata adanya penciptaan supernatural.
Banyak ilmuwan yang tidak secara buta menempatkan dirinya sebagai ateis telah mengakui peran Pencipta Yang Maha Perkasa dalam penciptaan Jagat Raya. Pencipta ini haruslah Dzat yang telah menciptakan materi dan waktu, namun tidak terikat oleh keduanya. Ahli astrofisika terkenal Hugh Ross mengatakan: “Jika permulaan Waktu terjadi bersamaan dengan permulaan Jagat Raya, maka penyebab terbentuknya Jagat Raya pastilah sesuatu yang sama sekali tak tergantung dan lebih dulu ada dari dimensi Waktu”. Kesimpulan ini memberitahu kita bahwa Tuhan bukanlah Jagat Raya itu sendiri, Tuhan tidak pula berada di dalam Jagat Raya. Begitulah, Ruang dan Waktu diciptakan oleh Sang Pencipta yang tidak terikat oleh keduanya. Pencipta ini adalah Tuhan, Dialah Penguasa Langits dan Bumi.
![](https://ardijanh.wordpress.com/wp-content/uploads/2014/01/harmoni2.jpg?w=627)
Dalam satu galaksi saja ada bermiliar-miliar benda langit yang sedang bergerak dalam sebuah irama yang sangat harmonis. Ratusan miliar bintang, dan triliunan planet, asteroid, satelit, serta berbagai batu angkasa sedang ‘menari-nari’ dalam komposisi irama galaksi Bima Sakti yang sangat mengagumkan. Padahal diketahui bahwa jumlah galaksi di alam semesta ini ternyata sangatlah banyak, bahkan bisa mencapai ratusan miliar galaksi. Bahkan boleh jadi triliunan.
Ternyata, bukan hanya matahari atau bintang-bintang yang bergerak secara berirama dalam satu gugusan. Melainkan, galaksi-galaksi itupun bergerak berotasi dan revolusi mengelilingi sebuah galaksi yang sangat besar. Tidak kurang dari 100 miliar galaksi diperkirakan bergerak berirama membentuk gugusan galaksi yang disebut Supercluster. Lagi-lagi kita melihat sebuah orchestra alam semesta yang luar biasa dahsyatnya, dalam sebuah parade triliunan bintang yang ‘menari-nari’ dengan harmonis.
Rancangan dan tatanan tanpa tara di Jagat Raya ini tentulah membuktikan keberadaan Pencipta, beserta Ilmu, Keagungan dan Hikmah-Nya yang tak terbatas, Yang telah menciptakan materi dari ketiadaan dan Yang berkuasa mengaturnya tanpa henti. Sang Pencipta ini adalah Allah, Tuhan seluruh sekalian alam.
Wallahu’alam bishowab
12-December-2006
Ardian Abu Hanifah
Refference
• Karlina Leksono, Dr., M.Sc., Kosmologi: Mengenali Alam Semesta
• Harun-Yahya, Keajaiban Desain Di Alam
• Stephen W. Hawking, A Brief History of Time, Bantam Books, April, 1988
• Paul Davies, God and the New Physics, New York: Simon & Schuster, 1983
• Hugh Ross, The Fingerpring of God, 2nd. Ed., Orange, CA: Promise Publishing Co., 1991