![](https://ardijanh.wordpress.com/wp-content/uploads/2014/03/ornamen.jpg?w=627)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah, Ayat: 186)
Untuk lebih memahami permasalahan ini kita akan telaah lebih dulu beberapa pendapat yang pernah dan masih dipahami beberapa orang mengenai eksistensi Tuhan terhadap Jagat Raya dan Manusia.
Tuhan meliputi Alam Semesta?
Mengenai keberadaan Tuhan, ada yang berpendapat bahwa Tuhan itu meliputi Alam Semesta, bahkan menurut pendapat ini Dzat Tuhan meliputi sekaligus melebur dengan Alam Semesta, dengan konsep seperti ini maka mereka menganggap bahwa Tuhan berada dimana-mana di setiap titik dalam Ruang-Waktu.
Kepunyaan Allah-lah apa-apa yang di langit (jamak) dan apa-apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (QS. An Nisaa, Ayat: 126)
Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya Tuhanmu meliputi segala manusia”.
(QS. Al-Israa’, Ayat : 60)
Salah satu sebab lahirnya pemahaman seperti ini adalah karena tidak memahami kitab suci secara menyeluruh, karena sebenarnya ayat ini tidak mengatakan mengenai keberadaan Tuhan terhadap Alam Semesta, tapi mengenai kekuasaan dan ilmu Tuhan yang meliputi Alam Semesta.
“.. agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaaq, Ayat : 12)
Karena seperti pernah disinggung pada posting sebelumnya, bahwa Tuhan haruslah ‘diluar’ Ruang-Waktu. Diluar Ruang-Waktu berarti Tuhan tidak bertempat dimanapun di sudut Jagat Raya ini. Eksistensi Tuhan tidak membutuhkan Ruang-Waktu yang terbatas dan fana ini.
Dimana-mana Tuhan ada, namun Tuhan tidak berada dimana-mana.
Tuhan di atas langit?
Sejak dulu orang berfikir bahwa langit adalah diatas, orang beranggapan langit semacam lapisan yang membatasi dunia kita dengan dunia atas, namun dengan ilmu astronomi telah diketahui kemanapun kita melesat keatas kemanapun arahnya ternyata kita tidak akan dapat menemukan tepi jagat raya, yang ada adalah ruang dengan tebaran triliunan bintang, sekian milyard galaxy, dan bebarapa objek antariksa lain, bahkan sekarang kita telah menyadari bahwa Ruang-Waktu tempat Jagat Raya ini eksis adalah tidak bertepi walau terbatas, jadi apakah langit itu?
Pada posting sebelumnya telah dibahas mengenai M-Theory, pada teori tersebut ilmuwan memperkirakan jika ada dimensi-dimensi lain yang lebih besar, melingkupi Alam Semesta kita yang empat dimensi ini. Awalnya mereka memperkirakan ada 10 dimensi, namun diperlukan satu lagi dimensi nol (tak berdimensi), sehingga total ada 11 dimensi. Diluar dimensi Nol, sebenarnya hanya ada 10 dimensi, Jika setiap Alam mempunyai Langit berarti akan ada 7 langit, karena 4 dimensi pertama adalah Ruang-Waktu, Jagat Raya kita.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah, Ayat : 29)
Dengan fenomena adanya beberapa Alam dengan dimensi yang berbeda-beda ini maka jawaban yang paling rasional mengenai Langit adalah batas suatu Alam dengan Alam lain yang berdimensi lebih tinggi.
Untuk memberikan gambaran mengenai langit, analogikan bahwa gambar di TV adalah Alam berdimensi dua, dan ruangan didepan TV adalah Alam yang berdimensi tiga maka yang disebut langit oleh Alam TV adalah batas antara Alam dua dimensi pada TV tersebut dengan Alam berdimensi tiga di depan TV, maka yang menjadi batas dua Alam tersebut adalah kaca TV itu sendiri! Dengan kata lain Langit pertama bagi penghuni TV tersebut adalah semua titik yang ada pada luasan kaca TV tersebut. Dengan analogi seperti itu maka dapat juga disimpulkan bahwa yang disebut Langit pertama pada Jagat Raya kita adalah Ruang-Waktu itu sendiri. Dengan kata lain Ruang-Waktu ini adalah Langit pertama, yaitu Langit yang dekat, langit yang dihiasi bintang-bintang.
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, .. “ (QS. Al-Mulk, Ayat : 5)
Diatas langit kita, atau Alam diluar Ruang-Waktu maka tidak ada lagi yang disebut tempat atau posisi. Bagi penghuni Alam tersebut semua tempat dapat dijangkau dengan sekaligus, demikian juga dengan dimensi Waktu, semua Waktu baik dahulu, sekarang dan yang akan Datang telah ada secara bersamaan.
Diluar Ruang-Waktu adalah Alam yang sama sekali berbeda dengan Alam kita, Alam dengan hukum-hukum alam yang berbeda, bisa saja mempunyai penghuni-penghuni yang juga berbeda samasekali dengan kita. Alam dan Penghuni Alam ini tentu bukan bersifat materi seperti kita, karena materi dan energi hanya bisa eksis dalam Ruang-Waktu. Kita tidak akan pernah bisa berfikir mengenai Alam tersebut, karena cara berfikir kita berdasarkan Ruang-Waktu, yaitu semua hal yang bisa diukur posisinya dalam Ruang dan dapat ditentuan kapan terjadinya dengan Waktu, sehingga Langit ke dua sampai Langit ke ujuh adalah misteri, yang melampaui pikiran, imajinasi bahkan mimpi kita..
“Allah-lah Yang meninggikan langit (plural) tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia istiwa’ di atas ‘Arasy, dan ..” (QS. Ar Ra’du, Ayat:2 )
Tuhan yang tidak berjarak
Mengenai Tuhan dan Manusia, ada pendapat yang cukup kontroversial, pendapat ini mempunyai pemahaman bahwa tidak ada eksistensi yang nyata selain dari eksistensi Tuhan, manusia sekedar bayangan dari Tuhan, bahkan mereka berani merasa bahwa Tuhan bisa menyatu dengan Manusia (Manunggaling Kawulo Gusti) pada tingkat spiritual tertentu.
Selain karena tingkat sufisme yang sangat tinggi, mengenai paham ini ada juga yang mencari pembenaran dengan menggunakan kitab suci.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya..” (Al-Qaaf :16)
Kita tahu bahwa Urat Leher dengan diri kita itu menempel, bahkan tak berjarak, nah pada sesuatu yang tak berjarak inipun Allah berfirman lebih dekat lagi. Bagaimana menafsirkan ayat ini?
Penafsiran ayat-ayat pada kitab suci yang tidak berhati-hati bisa membawa pada kesalahan yang fatal. Kalau kita telaah lagi tentang Tuhan yang mutlak dan tak terbatas, Tuhan yang di luar Ruang-Waktu, jelas sekali bahwa Jarak, Jauh dan dekat hanyalah ukuran pada Ruang, karena Tuhan diluar Ruang-Waktu maka adalah seharusnya jikalau Tuhan tidak berjarak dengan kita, bahkan lebih dekat dibanding urat leher kita sendiri!
Pertanyaan mengenai dimana keberadaan Tuhan, sebenarnya apapun jawabnya telah mengecilkan kebesaran Tuhan itu sendiri, karena dengan pertanyaan itu kita telah terjebak dengan menganggap bahwa dzat Tuhan itu seperti materi yang eksistensi-nya membutuhkan Ruang-Waktu, sehingga kita bisa mengukurnya lalu mengetahui posisi nya di Jagad Raya ini. Subhanallah! Maha Suci engkau ya Allah dari semua pikiran manusia yang terbatas ini.
“Maha suci Allah dari apa-apa yang mereka sifatkan” (Al-Mu’minun, Ayat: 91)
Wallahu’alam bishowab
12-February-2003
Ardian Abu Hanifah